Rasa tidak nyaman
ada di banyak organisasi yang membatasi kemampuannya untuk mencapai
tujuannya yang paling sederhana sekalipun. Tidak secara spesifik di
industri atau negara tertentu. Tidak hanya untuk publik atau usaha
pribadi. Ditujukan bagi pemimpin yang tidak ingin, atau tidak mampu
memimpin.
Ketidaknyamanan adalah kecenderungan yang ada di banyak
pemimpin untuk mengidentifikasi kelamahan organisasi mereka atau
dilintas industri dan hanya sedikit yang bisa dilakukannya. Ekpektasi
biasanya adalah orang lain yang akan memperbaikinya. Orang lain itu
biasanya pemerintah atau disponsori pemerintah atau badan pengendali.
Terkadang, solusinya diserahkan pada ‘mereka’ yang tidak nampak.
Pemimpin
organisasi yang menemukan kelemahan yang mempengaruhi kemampuan mereka
untuk mencapai tujuan harus mencoba self help. Jika mereka memiliki
pandangan yang memadai untuk menentukan masalah, maka tentu mereka bisa
beranjak ke langkah selanjutnya dan merancang solusi tanpa butuh
intervensi pemerintah.
Hal ini baik untuk organisasi untuk
mendapatkan bantuan dari pemerintah atau pihak lainnya. Tapi jika
bantuan tidak kunjung datang karena kurangnya sumberdaya atau prioritas
lainnya, perlakuan untuk diagnosa penyakit hanya bisa ditemukan di
tangan “dokter” yang melakukan diganosa.
Contoh ketidaknyamanan ini seringkali ditemukan.
Misalnya,
asosiasi yang mengutuk kurangnya kompetensi spesifik di industri mereka
secara keseluruhan, mendorong masalah ke pemerintahan untuk
“meningkatkan” sistem pendidikan mereka. Ini adalah reaksi alami dan
mungkin salah satu dari beberapa opsi yang pantas untuk ditelaah.
Namun,
jika perubahan kurikulum terlalu tinggi, terlalu elit atau hanya tidak
sesuai bagi sebagian lulusan sekolah, maka perusahaan mungkin tidak
sepenuhnya memenuhinya. Jawabannya tidak untuk mencaci pemerintahan
karena tidak mengambil tindakan, tapi untuk mengambil tindakan dalam
industri.
Saat saya menyelasaikan studi saya di bidang sains,
pengetahuan yang saya dapatkan adalah saya baru saja belajar untuk
belajar dan itulah tingkat pengetahuan terbesar dan membangun
ketrampilan di depan saya. Saya tidak terkejut saat tahu Shell memiliki
pangawasan yang ekstensif, program pelatihan manajemen dan kepemimpinan.
Jika
kekurangan kompetensi adalah masalah sesungguhnya bagi industri maka
menjadi perhatian industri untuk memperbaikinya dengan membangun
industri dengan program pelatihan yang luas, membangun ketrampilan dan
coaching untuk mengatasi kekurangan tersebut.
Masalah yang sama
terkait dengan kurangnya kompetensi juga terjadi di level organisasi.
Misalnya, organisasi kekurangan ketrampilan manajemen proyek. Organisasi
tanpa ketrampilan manajemen proyek cenderung menghasilkan proyek yang
buruk; kehilanggan tonggak, pembengkakan biaya, dan tidak menghasilkan
keluaran yang diinginkan.
Di beberapa tahapan atau tingkat lainnya
organisasi akan meninjau proyek, terlebih jika ada proyek yang buruk
dan menanyakan pertanyaan, “Kenapa kita selalu mengerjakan proyek dengan
buruk ”. Jawabannya tentu saja , “Karena kita memiliki sedikit orang
atau tidak ada orang dengan ketrampilan manajemen proyek”.
Solusinya
adalah dengan membeli atau membangun ketrampilan ini. Sayangnya ketika
solusi cenderung mnejadi bukan tanggung jawab siapa-siapa, membangun
persyaratan ketrampilan hanya muncul setelah proyek berikutnya yang
buruk dengan munculnya pertanyaan, “Kenapa kami……”. Skenario ini secara
umum menakutkan.
Sebuah organisasi yang saya ketahui, tahu
memiliki ketidakmampuan yang kronis untuk memprioritaskan sejumlah besar
proyek yang penting. Ketidakmampuan ini menyebabkan tekanan dan upaya
yang terbuang percuma dalam tujuh bagian. Mereka menetapkan proyek untuk
mengembangkan proses prioritas yang detil untuk meutilisasi kemampuan
IT secara ekstensif untuk prioritas penilaian dan komunikasi.
Manajer
proyek ditarik dari proyek karena kerumitannya. Pertemuan manajemen
berikutnya lebih dari dua tahun kemudian, kurangnya proses prioritas
yang robus diperdebatkan, dibahas dan dipoles tanpa ada tindakak untuk
memperbaikinya.
Ketidaknyamanan yang diidentifikasi oleh ketiga
contoh ini mencirikan gaya kepemimpinan yang dangkal, ragu dan mencari
pergesaran beban akuntabilitas untuk menentukan dan mencapai tujuan
yang berani milik “orang lain”.
Ketidaknyamanan yang terjadi
sekalipun ada peluang terbuka. Alih-alih mengidentifikasi masalah,
pemimpin mengidentifikasikan peluang dengan resiko yang ada. Alih-alih
menganalisa resiko pemimpin yang buruk analisa peluang pada poin
paralisis. Dibandingkan memahami resiko secara detil dan membahasnya
melalui rencana kontigensi yang detil, mereka bersamaan menghindari
resiko dengan tidak mengambil tindakan.
Pemimpin dibayar tidak
hanya untuk memahami masalah. Mereka juga dibayar untuk mengambil
tindakan. Mereka dibayar untuk memberikan kepemimpinan pada timnya
sehingga mereka dipaksa melalui contoh untuk mengambil keputusan yang
dipertimbangkan dengan baik untuk mengarahkan organisasi pada tujuannya.
Pemimpin
harus bisa membawa dirinya untuk “membuatnya” terjadi. Melepaskan
tanggung jawab untuk mengambil tindakan bagi komite, bawahan, departemen
pemerintahan dan mengeluhkan kurangnya tindakan tidak cukup baik.
Pemimpin
berada pada posisi baik mampu mendiagnosa penyakit dan menyembuhkan
penyakit dalam organisasi. Jika bukan mereka yang melakukannya, siapa
yang akan melakukannya?
Sumber: www.bestmanagementarticles.com
Oleh:
Kevin Dwyer adalah pendiri Change Factory. Change Factory membantu
organisasi yang tidak puas dengan hasil bisnisnya agar mendapatkannya
dengan lebih baik dengan merubah perilaku orangnya.
Diterjemahkan oleh: Iin – Tim Pengusahamuslim.com
Dukung kami dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. 081 326 333 328 & 087 882 888 727
Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial